Anggota Dprd Main Judi

Sahrul, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Batam, menjadi perbincangan di media sosial setelah diduga bermain permainan judi slot saat rapat paripurna.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyampaikan informasi yang sangat mengejutkan bahwa ternyata lebih dari seribu legislator, baik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bermain judi online.

Kabar mengejutkan yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, hari Rabu (26/6) merupakan jawaban atas pertanyaan Wakil Ketua Komisi III Habiburokhman: apakah ada anggota DPR yang ikut bermain judi online. "Apakah ada (anggota) legislatif pusat dan daerah (bermain judi daring)? Ya, kita menemukan itu lebih dari seribu orang. Ada lebih dari seribu orang, (anggota) DPR, DPRD, sama kesekjenan. Lalu transaksi yang kami potret itu lebih dari 63 ribu transaksi yang dilakukan oleh mereka itu dan (total) angka rupiahnya Rp 25 miliar di masing-masing (DPR dan DPRD)," kata Ivan. Ivan menambahkan nilai tranksasi di antara anggota dewan itu mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah. Agregatnya sekitar 25 miliar rupiah. Komisi III Serahkan Temuan PPATK ke MKD Habiburokhman tidak dapat menyembunyikan kekagetannya dengan jawaban Ivan itu. Demikian pula puluhan anggota Komisi III DPR. Suasana rapat pun menjadi panas ketika Habiburokhman mengatakan akan menyampaikan informasi dan bukti anggota-anggota DPR dan DPRD yang bermain judi online ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Ia menegaskan bahwa tindakan ini jelas melanggar hukum pidana dan kode etik sebagai anggota dewan. Namun soal sanksi atau langkah lanjutannya, ia menyerahkan sepenuhnya kepada MKD.

Di luar rapat itu, Habiburokhman, yang merupakan politikus Partai Gerindra – mengatakan kepada wartawan, ia menanyakan hal itu karena judi online sudah merasuki semua lapisan masyarakat dan hampir tidak ada institusi yang tidak terpapar. "Kalau pengaturan norma hukumnya, Pasal 303 BIS KUHP, orang yang bermain judi itu bisa dipidana walau pun hanya bermain. Jadi bukan penyelenggara, bukan orang yang menawarkan kesempatan bermain, hanya hanya bermain bisa dipidana," ujarnya. Habiburokhman juga menyebut UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dapat digunakan untuk menjerat pemain judi online. Meski tidak merinci lebih jauh, Habiburokhman juga menyebut selentingan tentang banyaknya rekening tak bertuan yang semula digunakan oleh operator judi daring di perbankan Indonesia. Jumlahnya diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah. Judi Online Merasuk Jauh Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golongan Karya Supriansa pun sependapat judi daring sudah masuk ke semua kalangan masyarakat, mulai dari tingkat bawah hingga atas. Bahkan, lanjutnya, judi daring telah merebak ke kalangan terpelajar, termasuk aparat penegak hukum, seperti polisi dan tentara. "Ini artinya kehidupan di bidang judi daring ini marak terjadi. Apakah memang di situ ada keuntungan besar oleh seseorang atau kelompok sehingga ini tidak bisa semudah itu untuk ditutup," ujarnya.

Seorang anggota Komisi III lainnya dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Abu Bakar Alhabsyi mengatakan perputaran uang judi online di awal tahun ini sudah mencapai Rp 600 triliun. "Demikian besarnya transaksi, apakah memang judi daring ini ada herdernya? Ada bekingannya nggak sih? Atau ada indikasi oknum pejabat yang jadi beking judi daring? Apa ada indikasi adanya oknum penegak hukum (melindungi judi daring)?," tuturnya. Hasil Analisa terhadap Transaksi Mencurigakan Dalam rapat dengar pendapat itu Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan temuan tentang ribuan anggota DPR dan DPRD yang ikut bermain judi online itu didasarkan pada hasil analisa PPATK terhadap transaksi-transaksi yang sangat diduga kuat terkait judi online. Dia menyebutkan perkembangan transaksi judi paling masif berlangsung selama 2019-2021. PPATK pada tahun 2017 juga telah menemukan dana hasil transaksi judi daring sebesar Rp 2,1 triliun. Setahun kemudian, pada tahun 2018, angkanya naik menjadi Rp 3,9 triliun. Namun mulai tahun 2021 nilai transaksi judi online melonjak drastic menjadi Rp 57 triliun pada tahun 2021, Rp 104 triliun pada tahun 2022 dan Rp 327 triliun pada tahun 2023. Sementara di kuartai pertama tahun 2024 ini, PPATK menemukan transaksi judi daring lebih dari Rp 101 triliun, yang berasal dari 60 juta transaksi. Secara keseluruhan, PPATK telah menganalisis sekitar 400 juta transaksi. Presiden Soroti Bahaya Judi Online Presiden Joko Widodo telah secara tegas menyuarakan larangan dan bahaya judi online atau judi daring, dengan menyoroti dampak negatif yang ditimbulkan akibat praktik judi itu. Mulai dari kehilangan harta benda, perpecahan keluarga, hingga meningkatnya tindakan kejahatan dan kekerasan yang terjadi di masyarakat. Jokowi menggarisbawahi ketegasan pemerintah untuk secara terus menerus memantau dan memerangi perjudian online, dengan membentuk satgas khusus yang sejauh ini telah menutup lebih dari 2,1 juta situs judi. [fw/em]

SRIPOKU.COM -- Anggota dewan kedapatan main gim saat rapat, kembali bikin heboh dan gemes warganet.

Parahnya, anggota dewan yang main gim ini bahkan memainkan gadgetnya saat lagu Indonesia Raya berkumandang.

Aksi tersebut diduga dilakukan oleh Sahrul, politisi PAN yang merupakan anggota DPRD Batam.

Beredar video di media sosial, Sahrul terekam kamera sedang bermain gim yang diduga judi online atau judi slot, Rabu 8 November 2023 lalu.

Aksi itu salah satunya diunggah akun Instagram @sedangrame yang memperlihatkan video ketika Sahrul sesekali melirik hp yang sedang memainkan gim tersebut, padahal saat itu lagu Indonesia Raya sedang dikumandangkan.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Jakarta, tvOnenews.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustianvandana mengungkapkan lebih dari seribu anggota DPR dan DPRD terlibat judi online.

Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi III DPR. Ivan menyebut total transaksi tersebut mencapai Rp25 miliar.

“Jadi ada lebih dari 1.000 orang itu DPR-DPRD sama Sekretariat Kesekjenan ada,” ungkap Ivan di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2024).

Dia menjelaskan dari jumlah pemain itu ada lebih dari 63 ribu transaksi yang dilakukan oleh anggota DPR dan DPRD.

“Transaksi yang kami potret itu lebih dari 63.000 transaksi yang dilakukan oleh mereka-mereka itu. Dan angka rupiahnya hampir Rp25 miliar di masing-masing yang transaksi di antara mereka dari ratusan sampai miliaran, sampai ada satu orang sekian miliar,” jelas Ivan.

Anggota legislatif main judi bukan kabar baru. Tahun lalu, anggota DPRD DKI Jakarta Cinta Mega telah dipecat dari PDIP lantaran ketahuan main slot saat rapat paripurna DPRD DKI.

Kabar ini disampaikan oleh Ketua Fraksi PDIP, Gembong Warsono. Ia menyebut Cinta Mega bahkan terdaftar sebagai calon legislatif (caleg) untuk Pileg DKI 2024 mendatang dari partai lambang matahari itu.

"Informasi yang kita dapatkan Ibu Cinta ditetapkan oleh PAN sebagai calon legislatif," ujar Gembong di gedung DPRD DKI, Senin (9/10/2023).

Gembong mengaku mengetahui informasi soal terdaftarnya Cinta Mega dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI. Cinta Mega didaftarkan sebagai Daftar Calon Tetap (DCT) dari PAN di menit akhir sebelum penutupan pendaftaran.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman meminta PPATK mengungkap anggota DPR yang terlibat judi online. Dia mengatakan yang harus ditindak dalam kasus judi online bukan hanya operator atau penyelenggara, tapi juga pemainnya.

“Tindakan ini kan dari hulu ke hilir, dari awalnya operator penyelenggaranya kita sikat, tapi pemainnya juga harus disikat,” kata Habiburokhman dalam rapat di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2024).

Dia pun mengaku penasaran apakah ada anggota DPR yang juga terlibat kasus judi online. Politikus Partai Gerindra itu meminta Ivan melaporkan langsung ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Dia menjelaskan anggota tersebut bisa terkena sanksi jika terbukti terlibat.

“Kita pengen tahu apakah di DPR ini anggota DPR ada juga yang terdeteksi judi online? Kita minta infonya,” tegasnya.

“Kalau di masing-masing institusi termasuk di DPR bukan hanya melanggar hukum pidana, tapi ada ketentuan kode etik yang dilanggar. Tentu apakah nanti pendekatannya langsung represif apakah persuasif dahulu,” lanjut Habiburokhman. (saa/ebs)